Semalam ada kicauan menarik dari salah seorang tweeps di twitterland. Rangkaian kultwitnya ditanggapi beragam dari followernya yang mayoritas merasa 'kegerahan' dengan berbagai opininya, kali ini tentang #miras. Tak banyak tweet beliau yang saya baca, hanya sebagian saja dan itu sudah membuat jidat saya mengkerut, tak heran, alur berpikir khas "sepilis" (sekularisme, pluralisme, liberalisme). Beberapa opininya coba saya tanggapi di tulisan kali ini.
Yang pertama mengenai regulasi miras, menurutnya dalam hal ini kita (baca: masyarakat) harus melepaskan diri dari soal pilihan moral, maka saat umat islam percaya miras haram, itu pilihan moral mereka. Jadi saat membicarakan regulasi miras, maka isu utamanya adalah public safety, bukan urusan halal-haram. Hm.. membaca tweet beliau ini, kok saya menjadi tersenyum ya. Ada beberapa point menarik dari pernyataan beliau ini.
Pertama mengenai apa itu sebenarnya halal haram dan apa maksud beliau tentang 'pilihan moral'. Halal haram itu masuk dalam kategori rule, peraturan, syariah, jalan yang harus ditempuh, dipatuhi dan tidak sekedar simbol moral-immoral belaka. Karena halal itu adalah sesuatu yang boleh dilakukan, dan haram adalah hal yang dilarang untuk dilakukan. Definisi yang beririsan dengan definisi regulasi yang hakikatnya sama dengan apa yang beliau maksudkan, yaitu sama-sama peraturan yang harus dipatuhi. Jadi ada semacam kerancuan berpikir saat beliau memposisikan halal-haram diluar definisi regulasi.
Kedua mengenai term 'mereka' yang beliau tujukan kepada umat muslim. Sebuah statement yang secara tidak langsung menegaskan bahwa beliau berada di posisi outgroup. Tidak masuk bagian dari umat islam, dan tidak ikut-ikutan dengan pilihan halal-haram umat islam. Sebuah pernyataan yang 'wow' yang menyadarkan saya bahwa tak heran beliau begitu mudahnya membuat hal-hal kontroversial karena memang tak ada beban sebagai seorang ingroup, umat islam.
Tweet kedua yang saya cermati adalah mengenai turunnya ayat Alquran yang mengatur tentang khamr. Dalam Alquran memang Allah tidak serta merta melarang pengharaman Khamr, akan tetapi dilakukan secara perlahan satu persatu. Dari pelarangan menjauhi shalat saat mabuk, sampai pengharaman mutlak untuk dikonsumsi.
Yang menarik adalah cara pandang beliau yang menganggap bahwa pelarangan khamr yang perlahan hanya terjadi dalam konteks pertikaian sosial seperti yang tersirat dalam surah Al Maidah 90-91. Jadi kalau tidak menimbulkan pertikaian sosial, khamr boleh-boleh saja dikonsumsi, dan menariknya beliau mengambil contoh dari barat sana saat khamr ternyata tidak menghalangi kemajuan suatu bangsa. Karena banyak bangsa-bangsa yang melegalisasi khamr dan membudayakannya, lebih maju dari berbagai aspek.
Duh.. kok saya semakin tersenyum membaca jalan berpikir beliau ya. Pertama, pengharaman khamr perlahan mengandung hikmah bahwa yang namanya dakwah memang harus dilakukan perlahan, tidak langsung diharamkan. Yang ada jika itu dilakukan, dakwah malah tak berhasil dan orang-orang tersebut terlanjur kabur.
Kedua, mengenai pertikaian sosial yang disebabkan oleh khamr. Memang benar bahwa yang namanya khamr bisa memancing emosi dan perkelahian antar kelompok, karena akal sedang kehilangan kendalinya. Tapi itu tidak serta merta menjadi sebuah indikasi bahwa negara yang melegalisasi dan membudayakan miras dimana disana tidak terjadi konflik sosial dianggap lebih maju dan membuat pengharaman atas khamr menjadi hilang. Karena tak ada korelasinya antara budaya miras, penghalalan khamr, dengan kemajuan suatu bangsa. Duh.. cara berpikir yang aneh.
Lalu tweet lainnya mengenai Alquran dan Hadits yang tidak mengatur sanksi mengenai peminum miras, serta beberapa orang sahabat yang menjadi peminum khamr sebelum masuk islam. Seolah-olah karena tidak adanya sanksi dan budaya sebagian sahabat (sebelum islam datang) sebagai peminum khamr membuat pemakluman bagi perkara keharamannya. Pernyataan yang seakan menjadi pembenaran khamr.
Tapi perlu kita ingat,walaupun sebagian sahabat dulunya peminum khamr, tapi sejak turunnya wahyu yang melarangnya, serta merta para sahabat langsung meninggalkannya. Bahkan menurut sebagian riwayat, jalan-jalan di kota madinah penuh dengan genangan khamr yang dibuang. Selain itu, walaupun tidak ada sanksi tertulis dalam Al Quran dan Sunnnah tentang sanksi peminum khamr, tapi di zaman sahabat sanksi tentang meminum khamr telah diatur.
Contohnya saat Umar menerapkan hukuman cambuk bagi anaknya yang meminum Khamr. Jadi meskipun tidak tertulis secara eksplisit dalam Quran dan Sunnah, para sahabat telah berijtihad dalam menentukan sanksi bagi peminum khamr. Karena para sahabat adalah sebaik-baik Ulama sepeninggal Rasul, karena mereka paling memahami Quran dan Sunnah. Akan sangat sulit menyatukan pandangan jika si pembuat tweet tidak mengakui ijtihad para sahabat. gak bakal ketemu ujungnya.
Tapi memang khamr tidak dilegalkan di dunia, tapi di surga sana. Karena di surga sana, khamr jadi minuman yang halal dan disajikan bagi para penghuni surga. Mungkin itu sebabnya mereka, sepilis-sepilis itu, menghalalkan khamr, karena bisa jadi dunia bagaikan surga bagi mereka. Jadi gak usah heran kalau kelakuan mereka seperti itu.
No comments:
Post a Comment