Penjernihan II, Jakarta
Pusat.
15 Oktober 2012, Pukul 17.10
Fiuh.. akhirnya, berkas psikotes terakhir di hari ini. Kulayangkan
pandang ke arah belakang mejaku, ke arah jam dinding yang berdetak perlahan di tembok
ruang SDM. Pukul 5 sore, setengah jam lagi jika ingin pulang tenggo (teng
langsung go). Tapi.. ah, pulang tenggo, sesuatu yang sangat jarang kunikmati
beberapa bulan ini. Sejak tinggal di rumah nenek di daerah petamburan Jakarta pusat, rasanya
pulang malam jadi sesuatu yang biasa saja. Jarak yang dekat antara rumah dan
kantor sedikit banyak mengurangi tingkat kecemasan dan ketegangan urat syaraf
yang beberapa tahun ini kurasakan sebagai seorang komuter. Hingga aku pun lebih
banyak menghabiskan waktu sore di kantor sampai senja berganti gelap.
Kantorku berbentuk rumah, ya betul, rumah. Rumah yang
disulap menjadi kantor dengan berbagai perangkatnya. Jadi sedikit banyak, aura
kehangatan sebuah ‘rumah’ masih tersisa dari kantorku ini. Membuat kami, para
karyawan, menjadi lebih nyaman berada disana. Di halaman belakang, ada sebidang tanah, tak luas memang, tapi cukup asri dan hijau tuk sekedar mendinginkan
pandang. Tentunya hal ini jadi sesuatu yang menyegarkan mata setelah seharian
menatap layar monitor.
Aku berada disana, beranjak dari ruang SDM menuju beberapa
kursi yang berbaris rapih di samping halaman. Ah segarnya. Sejenak kurasakan aroma
rumput basah sisa hujan di sore hari merambat di sekujur tubuhku, kuhirup
sejadi-jadinya. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih memberikan ku
kesempatan menikmati RahmatNya.
“Permisi Mas Tegar, jadi nitip nasi bungkus mas?” suara
Jaka, Office Boy di kantorku, perlahan menyadarkanku dari lamunan.
“oh iya, saya titip nasi uduk pecel lele saja ya,” aku pun
mengeluarkan dompet dan memberikan beberapa lembar uang puluhan ribu padanya.
“baik pak, “ ia pun berlalu dan akupun masih memegang dompet
yang sedari tadi masih terbuka. Saat itu, pandang ku terpaku pada sebuah kartu
di dalam dompet. Ah, kartu ini. Akupun tersenyum melihatnya.
Akupun memegangnya dan memandangnya lekat. Kartu ini, kartu
yang dulu nampak sangat prestisius berada di dompetku. Kartu yang menandakan
bahwa anda telah menaiki dan berjalan, berwisata, dan terbang bersama maskapai udara
terbaik di negeri ini selama puluhan kali. Sehingga anda layak mendapat beberapa
keuntungan termasuk free ride selama millage (jarak terbang) anda telah
memenuhi syarat.
Ah itu dulu. Saat dimana sepertinya hidup terasa istimewa. Tapi
tidak, itu hidup yang jauh dari kata istimewa. Tidak ada pengabdian, tidak ada
pengorbanan, dan tidak ada kekhusyukan. Semuanya hampa dan yang ada hanya
kekosongan.
Kumasukkan lagi kartu itu ke dalam dompet. Biar dia jadi
penanda dan pengingat, bahwa bila suatu saat kugunakan kembali kartu itu, dan
mendapat keistimewaan darinya. Aku telah menjadi pribadi yang lebih baik dan
berisi. Yang tak hanya terlingkupi kemewahan sesaat, namun ada kepuasan akan
arti pengabdian disana, kekhusyukan didalamnya dan ketaatan padaNya.
Amiin ya robb.
Nasi uduk pecel lelenya mahal jg ya, sampe beberapa lembar uang puluhan ribu.. :D
ReplyDeletehehe.. nanti kan ada kembaliannya kak..
Deletebtw, ane follow blogspot ente yak.. *ditunggu folbeknya :p
*ngacung
ReplyDeleteitu kartu garuda ya?yang bisa dituker sama tas garuda itu?waa..mauuu
yoii, kartu GFF garuda..
Deletetapi kayaknya udah expired deh, secara dah jarang terbang lagi. haha