Artikel ketiga yang secara de facto saya kirimkan ke majalah kantor, IPC News, tapi berhubung artikel yang ini tidak mencantumkan saya sebagai penulis, ya jadilah cuma terhitung 2 kali saya menulis di IPC News.
**
Worklife Balance on IPC
“I left management position with a monthly 8 digit salary” –
Agus, Taxi Driver and A Former Journalist
Artikel di situs www.wearejakarta.com beberapa waktu lalu
tentang Pak Agus, seorang executive manager di sebuah perusahaan yang banting
setir menjadi supir taxi mungkin dapat menjadi perhatian bagi kita semua akan
pentingnya worklife balance. Ia meninggalkan posisi jabatan tersebut karena ia
begitu merindukan keluarganya. Istrinya wafat 5 tahun lalu saat ia berada
ribuan mil jauhnya dari rumah. Hal itu sungguh menghancurkan hatinya, di saat
sang istri membutuhkan kehadirannya, ia tak dapat menemani.
Tahun lalu, anak bungsunya mencoba untuk bunuh diri. Anaknya
marah karena Ia tak henti-hentinya
bekerja yang membuat mereka jarang bertemu. Ia tahu bahwa anaknya hanya
ingin menarik perhatiannya dan tahu bahwa ia tak dapat mengabaikan hal ini.
Saat itu ia mencintai karirnya, tapi ia tak lagi menikmati pekerjaannya. Karena
menurutnya, pekerjaannya membuat ia jauh dari orang-orang yang dicintainya.
Pilihan karir yang diambilnya kini memang berat, tapi baginya hal ini sebanding
dengan apa yang didapatkannya sekarang, dekat dengan orang-orang yang
dicintainya.
Tentunya bila dibandingkan posisi kita kini sebagai pegawai
IPC, kejadian yang serupa dengan pak Agus ini sangatlah jarang terjadi, atau
mungkin hampir tak ada sama sekali. Tapi hal ini bisa saja terjadi bila insan
IPC tidak pandai-pandai dalam menjaga worklife balance yang ada pada diri
mereka.
Worklife balance..?
Istilah worklife balance pertama kali di populerkan di
inggris di akhir tahun 1970-an untuk mendeskripsikan keseimbangan antara
pekerjaan di kantor dan kehidupan pribadi. Isu ini muncul saat banyak pekerja
di waktu itu yang memiliki konflik antara mereka dan keluarganya terutama
dengan anak-anak dikarenakan waktu kerja yang panjang sehingga mereka hanya
memiliki waktu yang sedikit dengan keluarga.
Sedangkan untuk situasi dan kondisi saat ini, isu tentang
worklife balance semakin kompleks seiring dengan tuntutan pekerjaan serta ambisi
yang beragam dari tiap pekerja. Sekarang perusahaan tak lagi semonoton di tahun
1970-an. Pekerja kini tak sekedar melakukan pekerjaan rutin dan sama tiap
harinya akan tetapi telah berkembang sedemikin rupa menjadi pekerjaan yang
lintas ruang dan multi peran. Saat ini seorang pekerja dapat berinteraksi
dengan seseorang yang berada ribuan mil jauhnya dari tempat kerjanya melalui
jaringan internet, dan saat ini seorang pekerja dituntut untuk dapat melaksanakan
peran sebagai staff dan manajer secara bersamaan yang membutuhkan kemampuan
klerikal dan leadership sekaligus.
Ambisi tiap pekerja turut menjadi bagian dari isu worklife
balance. Selain tuntutan pekerjaan yang tinggi, ambisi yang besar untuk
mencapai karir setinggi mungkin membuat waktu antara kehidupan pribadi dan
pekerjaan di kantor menjadi tak seimbang. Sehingga mau tak mau demi karir yang
cemerlang, sebagian orang mengorbankan kehidupan pribadinya untuk waktu bekerja
yang lebih di kantor.
Namun apakah dengan menyeimbangkan waktu secara seimbang
antara pekerjaan di kantor dengan kehidupan pribadi membuat worklife balance
tercapai? Mungkin saja, akan tetapi hidup kita tidaklah sekaku itu, dimana tiap
detailnya waktu kita diseimbangkan dan terprogram dengan seksama. Tentunya
hidup kita akan lebih nyaman bila segala sesuatunya lebih mengalir.
Worklife balance juga berbeda di tiap fase perkembangan
karir yang kita jalani, tidak dapat disamakan. Tentunya worklife balance ketika
sebelum menikah berbeda setelah kita menikah. Sebelum menikah mungkin saja kita
dapat sebebas mungkin untuk bekerja di kantor sampai larut malam, bekerja tanpa
kenal lelah. tapi setelah menikah, seringkali bekerja hingga larut malam juga
tidaklah baik bagi kehidupan rumah tangga kita.
Untuk itu, worklife balance tidak sekedar berfokus pada cara
kita mengatur jadwal sehari-hari, atau menyamakan worklife balance untuk setiap
orang di semua tingkatan karir. Tapi lebih dari itu, worklife balance
sebenarnya adalah bagaimana caranya kita mengisi hari-hari dengan pencapaian
dan kepuasan dalam bekerja dan kehidupan pribadi.
Mewujudkan IPC
Worklife Balance
Menurut situs www. worklifebalance.com, kehidupan yang
seimbang antara pekerjaan di kantor dan kehidupan pribadi adalah tentang
bagaimana kita mengisi hari dengan pencapaian dan kepuasan. Pencapaian serta
prestasi yang dicapai di kantor ataupun di kehidupan pribadi dan juga kepuasan
dalam menjalani keduanya.
Sehingga dengan mencapai target tertentu serta kepuasan
dalam melakukannya menjadikan hari kita di tempat kerja dapat lebih nyaman dan
kitapun lebih menikmati pekerjaan di kantor. Ditambah dengan melakukan hal yang
sama di dalam kehidupan pribadi, seperti melakukan aktivitas bersama keluarga,
jalan-jalan ke suatu tempat yang belum pernah disinggahi, membuat kehidupan
kita secara keseluruhan menjadi seimbang.
Ada beberapa tips yang mungkin dapat kita lakukan dalam mewujudkan
worklife balance. Pertama, selalu upayakan untuk pulang tepat waktu dari kantor
dengan syarat, pekerjaan kita telah selesai, dan tidak ada meeting mendadak.
Untuk itu perlu adanya manajemen waktu yang baik dalam bekerja hingga lebih
efektif dan efisien dalam memanfaatkan waktu. Dengan pulang tepat waktu,
kehidupan kita bersama keluarga dapat dioptimalkan dengan secepat mungkin kita
hadir bersama mereka.
Kedua, berpartisipasi dalam kegiatan kantor, di luar jam
kerja. Ada kalanya disaat kita bekerja, muncul rasa suntuk dan bosan yang
mungkin timbul akibat pekerjaan yang berulang kita lakukan. Untuk itu kita
perlu variasi yang membuat kita dapat mengisi kembali energi kita dalam bekerja
dengan melakukan kegiatan menyenangkan yang diselenggarakan oleh kantor setelah
jam kerja. Contohnya adalah aktivitas bermain futsal bersama teman-teman
kantor. Untuk hal ini, IPC secara rutin menyelenggarakannya dan karyawan secara
antusias menyambutnya.
Ketiga, sesekali menghubungi keluarga ataupun teman dekat di
kala waktu senggang saat bekerja. Waktu kita yang sebagian besar di kantor,
membuat interaksi dengan keluarga ataupun sahabat menjadi lebih sedikit. Untuk
mensiasati hal ini, menghubungi mereka via telepon ataupun media sosial di
internet membuat kita tetap terhubung dengan kehidupan sosial di luar sana.
Mungkin itu beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk
mewujudkan worklife balance. Memang tak mudah tapi tidak mustahil untuk
dilakukan. Dengan fasilitas yang diberikan oleh IPC dari sarana dan prasarana
yang mumpuni seperti ruang kerja yang baik dan telah direnovasi, kultur kerja
yang dinamis dan bersahabat, serta pilihan dalam menyalurkan hobi seperti
futsal, bulutangkis, dan lainnya, harapannya para karyawan dapat menggapai
worklife balance yang dapat menjadikan tiap insan IPC pribadi yang paripurna.
No comments:
Post a Comment