|
LPS |
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi saya dengan adik, Egi Hannany, yang bekerja di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dalam rangka menyambut HUT LPS yang ke - 10 (sepuluh). Alhamdulillah dapat juara 2 walaupun bikinnya cuma 3 hari. hehe.
--
Membangun Rasa Aman dan Keterikatan LPS dengan Masyarakat
Sebelum
krisis moneter 1998, penjaminan simpanan nasabah di bank-bank nasional maupun
lokal belum terdefinisikan dengan jelas. Bagaimana dan siapa yang bertanggung
jawab jika sesuatu terjadi dengan uang para nasabah itu belum diatur secara
terperinci, baik oleh pemerintah ataupun oleh pemilik bank. Lalu krisis di
tahun 1998 itupun terjadi dan nampaknya peristiwa itu memberikan sebuah kesadaran
bagi para pemangku kepentingan bahwa penjaminan uang nasabah di bank merupakan
hal yang penting dan harus segera diusahakan
Menjamin
uang nasabah bukan sekedar memberikan garansi atas segala risiko yang
ditimbulkan bila menyimpan uang di bank, tapi lebih dari itu, menjamin uang
nasabah berarti memberikan rasa aman kepada nasabah bahwa uang mereka tetap ada
dan tidak hilang karena suatu krisis atau hal-hal lainnya.
Maslow,
salah seorang pendiri aliran psikologi humanistik, berpendapat bahwa manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat-tingkat
atau hierarkis, kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau
paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di
tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi untuk dicapai.
Ada 5 tingkatan kebutuhan manusia menurut Maslow, tingkat
paling rendah atau dasar adalah kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan akan
makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan dasar
lainnya. Lalu di atasnya adalah kebutuhan akan rasa aman diantaranya adalah
rasa aman secara fisik, stabilitas, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya
mengancam seperti peperangan, penyakit, kondisi bahaya dan sebagainya. Lalu di
atasnya lagi adalah kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan
akan penghargaan, dan yang paling atas adalah kebutuhan untuk beraktualisasi
diri.
|
Hierarki Kebutuhan Maslow |
Dari
teori itu kita dapat melihat bahwa kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan
utama setelah kebutuhan dasar manusia terpenuhi. Sehingga tak heran bila kita
mengatakan bahwa peran yang dijalankan oleh lembaga yang menjamin simpanan itu adalah
peran vital dalam memenuhi kebutuhan akan rasa aman, tidak hanya bagi pemilik
uang di bank tapi lebih dari itu untuk seluruh pengusaha dan orang-orang yang
berinvestasi di negeri ini.
Selintas Sejarah LPS
Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) didirikan tanggal 22 September 2005 berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (yang kedepannya disempurnakan
dengan Undang-Undang No. 7 Tahun
2009, selanjutnya disebut dengan UU LPS). Sehingga sampai saat ini berarti LPS
telah 10 tahun berkarya dan berkontribusi untuk negeri ini.
Sebagai
informasi, LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya. LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan
turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Dalam
menjalankan fungsinya, LPS mempunyai tugas sebagai
berikut:
a. merumuskan dan menetapkan
kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan;
b. melaksanakan penjaminan
simpanan;
c. merumuskan dan menetapkan
kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan;
d. merumuskan, menetapkan, dan
melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan
e.
melaksanakan penanganan
Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Tugas yang diamanatkan oleh
undang-undang telah dijalankan oleh LPS dengan sebaik mungkin. Sudah banyak
prestasi yang telah dihasilkan LPS, yaitu:
a. Terkait dengan kebijakan dan
pelaksanaan penjaminan simpanan
Untuk melaksanakan fungsi LPS sebagai
penjamin simpanan nasabah bank, Pasal 8 UU LPS mewajibkan setiap Bank, kecuali
Badan Kredit Desa (BKD), yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik
Indonesia menjadi peserta Penjaminan. Setiap Bank Peserta Penjaminan antara
lain wajib membayar kontribusi
kepesertaan sebesar 0,1% dari modal sendiri pada akhir tahun fiskal. Premi
untuk setiap periode tersebut ditetapkan sama untuk setiap bank sebesar 0,1 %
dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Simpanan
nasabah bank yang dijamin LPS adalah giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan. Pendapatan premi yang
telah diterima LPS sampai dengan Agustus 2015 adalah sebesar Rp51,8 Triliun.
b. Terkait dengan kebijakan dalam rangka
turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan
Dalam hal merumuskan dan menetapkan
kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS
telah berperan aktif dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK)
bersama dengan Kementerian keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia
(bang tolong cariin ttg peran LPS di FKSSK ya..hehe)
c. Terkait dengan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak
sistemik
Sampai dengan Juni 2015 terdapat 1 Bank
Umum dan 64 BPR yang dilikuidasi. Penanganan terkait klaim telah dilakukan
kepada masing-masing nasabah bank dimaksud. Pembayaran klaim terutama berasal
dari pendapatan premi yang dikelola oleh LPS.
d.
Terkait dengan penanganan Bank Gagal
berdampak sistemik
Pada tanggal 21 November 2008, LPS menerima penyerahan
penanganan PT Bank Century, Tbk (sekarang PT Bank Mutiara, Tbk).
Berdasarkan UU LPS, LPS melaksanakan penanganan bank gagal berdampak sistemik
terhadap Bank Mutiara. Dalam rangka penanganan PT Bank Mutiara, Tbk, LPS
mengambil alih segala hak dan wewenang RUPS, kepemilikan, kepengurusan,
dan/atau kepentingan lain pada bank dimaksud sesuai Pasal 6 ayat (2) juncto
Pasal 40 UU LPS. Beberapa tindakan
penyelamatan yang telah dilakukan LPS, antara lain yaitu: a) melakukan
penyertaan modal sementara; b) memberhentikan seluruh Direksi dan Dewan
Komisaris lama dan sekaligus mengangkat Direksi dan Dewan Komisaris baru; c)
meminta Direksi menyusun Business Plan
dan Rencana Kerja & Anggaran Perusahaan (RKAP); dan d) memantau kinerja
bank dan memberikan arahan dalam rangka perbaikan kinerja bank. PMS LPS pada PT
Bank Mutiara, Tbk telah berhasil dijual
LPS kepada J Trust Co., Ltd pada tanggal 20 November 2014, setelah melalui proses penjualan yang
dilakukan secara terbuka dan transparan sebagaimana di atur dalam Pasal 42 UU
LPS.
Harapan
untuk LPS di masa depan.
Dari selintas sejarah tentang
LPS di atas, kita dapat melihat bahwa LPS telah mencapai banyak prestasi dan raihan
yang mendukung stabilitas ekonomi nasional. Dari memelihara stabilitas
perbankan nasional hingga penanganan bank gagal yang berdampak sistemik (bank
century) yang menyita perhatian publik.
Kedepannya LPS sebagai lembaga
yang menjaga agar simpanan nasabah aman dan terlindungi, yang menurut Maslow
merupakan salah satu peran fungsional dan utama dari kebutuhan manusia,
idealnya dapat memberikan lebih dari sekedar rasa aman, yaitu keinginan atau
rasa memiliki baik terhadap LPS maupun perekonomian nasional secara umum.
Keinginan atau rasa memiliki
merupakan tahapan selanjutnya atau yang lebih tinggi dari rasa aman. Jika
memang rasa aman sudah terpenuhi dengan baik, maka idealnya, rasa memiliki lah
yang menjadi tahapan selanjutnya dari para nasabah yang dijamin oleh LPS.
Rasa memiliki dan keterikatan
yang timbul karena kepercayaan terhadap LPS. Sehingga nasabah tanpa ragu lagi
menyimpan uangnya di Bank karena tahu bahwa LPS adalah lembaga kredibel dan
profesional yang dapat memberikan garansi sepenuhnya terhadap uang mereka. Hal
ini diharapkan dapat memberikan dampak terhadap perekonomian nasional secara
umum, karena dengan simpanan nasabah tersebut misalnya, dapat diputar oleh bank
dengan cara memberikan kredit kepada para kreditur yang membutuhkan modal dalam
bekerja.
Sejauh ini usaha LPS dalam
mensosialisasikan dan membangun keterikatan dengan para nasabah sudah cukup
baik. Misalnya dengan menayangkan iklan dan himbauan melalui media televisi,
setidaknya dari sana nasabah dapat mengetahui lebih jauh mengenai LPS.
Harapannya, membangun
keterikatan dengan para nasabah tidak selalu dengan cara-cara konvesional
seperti iklan atau media massa lainnya. Membangun keterikatan juga dapat
dilakukan dengan misalnya memberikan CSR (corporate social responsibilites) ke
lembaga atau komunitas yang membutuhkan bantuan baik dalam bentuk uang ataupun
barang/jasa.
CSR hanya salah satu contoh,
karena banyak usaha yang bisa dilakukan agar gaung LPS dapat terus terdengar
dan dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Karena dengan usaha-usaha tersebut,
harapannya rasa aman dan rasa memiliki masyarakat sebagai nasabah LPS dapat
terus terbangun, hingga nantinya dampak keterikatan dan rasa aman tersebut,
akan kembali dirasakan oleh masyarakat dan insan LPS dalam bentuk stabilitas
ekonomi yang kuat dan iklim investasi yang sehat.
Maju terus LPS,
selamat ulang tahun LPS yang ke
sepuluh,
semoga Indonesia makin jaya.