IPC News |
Ini tulisan saya yang diterbitkan di IPC News (Majalah Kantor), tapi apa daya alih-alih nama saya yang tercantum sebagai penulis, justru "Tim Kita" yang katanya menulis. Sudah saya complain dan beliau, para redaktur bilang, nanti akan ada koreksi atau keterangan di edisi selanjutnya. Ya gapapalah..
***
Microsoft dikabarkan membeli Nokia yang
merupakan salah satu produsen ponsel terbesar di dunia di awal decade 2000-an.
Perusahaan computer dunia itu secara resmi mengumumkannya jumat lalu, 25 April
2014. Dengan rampungnya pembelian tersebut, Nokia tidak lagi memproduksi
perangkat mobile atau ponsel dan beralih fungsi dalam mengembangkan jaringan
dan teknologi yang dikelola oleh Microsoft.
Maka dengan ini riwayat ponsel ini pun dapat dikatakan berakhir. Tidak
ada lagi ponsel nokia yang akan diproduksi
Serupa dengan Nokia, Blackberry lebih
kurang memiliki cerita yang sama dengan produsen ponsel asal Finlandia tersebut.
Muncul di tahun 2004, blackberry secara cepat merebut hati pengguna smartphone
di dunia khususnya di Indonesia dengan berbagai layanan dan fasilitas yang mumpuni.
Tampilan yang elegan, berbagai aplikasi yang menarik dan dapat di unduh secara
gratis (ataupun berbayar) membuat blackberry cukup lama mendominasi pasar
smartphone hingga akhirnya di tahun 2013
lalu, marketshare blackberry mengalami penurunan.
Gempuran dari para competitor seperti Apple
dan Android menggerus pasar blackberry. Misalnya saja di Indonesia. Blackberry yang
menguasai 43% pasar smartphone di tahun
2011 harus rela pangsa pasarnya menurun menjadi 14% di tahun 2013. Keputusan
yang cepat dan berat harus segera diambil oleh CEO Blackberry demi
menyelamatkan perusahaan ini. Hingga mereka pun mengambil suatu kebijakan yang
tidak disangka. Melepas Blackberry Massenger ke semua platform smartphone
sehingga BBM dapat digunakan di android dan iphone.
Competitive
advantage
Melalui ilustrasi mengenai 2 industri
ponsel di atas, setidaknya kita dapat melihat bahwa Blackberry ternyata dapat
bertahan hingga kini, dan Nokia justru runtuh serta hilang dari kompetisi
ponsel dunia. Keduanya memiliki nasib yang awalnya serupa tapi berakhir dengan
cerita yang berbeda. Keduanya pernah merasakan kejayaan dan keduanya turut pula
merasakan keterpurukan yang membedakannya hanya satu, maksimal atau tidaknya
mereka dalam memanfaatkan competitive advantage perusahaan.
Competitive advantage secara harfiah dapat
diartikan sebagai keunggulan kompetitif. Sesuatu yang membedakan satu
perusahaan dengan perusahaan lain, sesuatu yang unik dan tidak bisa ditiru
dalam waktu yang singkat. Keunggulan tersebut tidak serta merta muncul dan
diketahui oleh sebuah perusahaan, karena mereka harus secara jeli melihat dan
menganalisa secara mendalam mengenai strength, weakness, opportunities, dan
threats (SWOT) yang ada pada perusahaan
mereka. Saat mereka memahami SWOT dari
perusahaan mereka selanjutnya mereka
dapat merasakan dan mengetahui apa yang membuat perusahaan mereka unik dan
istimewa. Maka disanalah saatnya competitive adavantage mengambil peran dalam
mengelaborasi sebuah perusahaan.
Contohnya Nokia dan Blackberry. Keduanya
memiliki competitive advantage yang sama yaitu customer based yang luas dan
loyal. Hal ini muncul seiring dengan invasi dan maksimalnya usaha kedua
perusahaan ini dalam memasarkan produk mereka. Berbagai inovasi teknologi di
dunia ponsel lebih kurang muncul pertama kali dari kedua produk ini yang
membuat kedua produk tersebut dikenal luas oleh masyarakat sebagai ponsel yang
mumpuni dan berkualitas. Brand image yang mengakar dan tumbuh di benak masyarakat
khususnya konsumen mereka menciptakan keterikatan yang kuat antara produsen dan
konsumen sehingga apapun produk terbaru dari kedua perusahaant tersebut,
niscaya akan diminati oleh konsumen mereka.
Blackberry menyikapi perkembangan teknologi
dan memanfaat competitive advantage mereka dengan lebih baik dibandingkan
Nokia. Saat Nokia masih stagnan dan hanya menggandeng Microsoft sebagai
Operating system (OS) dari produk mutakhir mereka (Nokia Lumia), blackberry
bergerak cepat dengan melepas primadona mereka yaitu BBM ke platform OS yang
lain seperti iOS dan Android. Awalnya tindakan ini dianggap bunuh diri dan
lambat laun mematikan perusahaan mereka. Tapi dengan beredarnya BBM disemua
aplikasi OS smartphone, setidaknya dapat mempertahankan customer based mereka
yang loyal sembari menambah customer baru dari platform OS yang lain. Sehingga
hasil akhirnya pun bisa terlihat saat ini, blackberry tetap eksis dan Nokia
akhirnya hilang.
IPC
Competitive Advantage
Belajar dari dua perusahaan di atas, IPC sebagai
perusahaan yang sedang mengalami transformasi di berbagai lini, hendaknya mampu
mengenali competitive advantage yang ada pada dirinya hingga harapannya
transformasi yang terjadi pada IPC dapat dioptimalkan oleh seluruh insan
IPC. Ada beberapa hal yang dapat
dikategorikan sebagai keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh IPC.
Pertama,
customer based yang besar. IPC yang memiliki wilayah kerja di Jakarta, jawa
barat, sumatera bagian selatan, dan Kalimantan barat memiliki potensi dalam
melayani alur perdagangan di tiga wilayah tersebut. Ditambah lagi dengan
presentase barang import Indonesia yang masuk melalui pelabuhan tanjung priok
yang mencapai 40% membuat peran IPC sangat besar dalam melayani customer dan
pelaku bisnis di Indonesia.
Dengan customer based yang besar maka
diharapkan IPC dapat lebih meningkatkan kualitas layanan dan memahami kebutuhan
customer dimasa mendatang. Misalnya dengan mendirikan berbagai anak perusahaan
yang fokus pada satu bidang seperti IKT (Indonesia Kendaraan Terminal), PPI
(Pengembang Pelabuhan Indonesia), TPK (Terminal Peti Kemas) dan anak perusahaan
lainnya sehingga layanan terhadap customer dapat lebih baik.
Keunggulan kedua, Young Workforce. Dalam
beberapa tahun terakhir sejak Pak Lino menjadi Dirut, manajemen sangat
memperhatikan kualitas SDM yang direkrut oleh IPC. Oleh karena itu, secara
berkelanjutan rekrutmen IPC telah berhasil menarik lulusan dari beberapa
universitas terbaik di Indonesia untuk bergabung bersama IPC. Antara lain dari
UI, ITB, UGM, PNJ, Polban Bandung, Poltek UGM dan beberapa universitas lainnya.
Dimana sebagiannya adalah fresh graduate dan tergolong tenaga muda.
Berdasarkan data SDM IPC, dari 2400-an
orang pegawai organic IPC, terdapat sekitar 568 orang yang lahir antara tahun
1980 sampai dengan 1994 yang merupakan bagian dari Young workforce atau
tenaga-tenaga muda IPC. Berarti ada sekitar 24 Persen atau hampir seperempat
bagian dari seluruh pegawai IPC adalah tenaga-tenaga muda. Harapannya Tenaga-tenaga muda yang berpikiran
terbuka dan bersemangat tersebut dapat memberikan andil bagi transformasi IPC
di masa mendatang.
Keunggulan ketiga, Corporate Culture. Hal
ini walaupun belum sepenuhnya terbentuk, suatu saat akan menjadi competitive
advantage dari IPC yang membedakan perusahaan ini dari perusahaan lainnya.
Karena budaya perusahaan yang terbentuk merupakan suatu hal yang unik dan sulit
di duplikasi terutama dalam hal perilaku yang membudaya.
Suatu perilaku disebut telah membudaya pada
sebuah organisasi atau perusahaan adalah saat ada seseorang melakukan hal yang
berlawanan dengan perilaku tersebut, maka orang tersebut dianggap aneh dan
dijauhi oleh individu dalam perusahaan tersebut. Misalnya hadir tepat waktu dan
tidak terlambat. Jika seluruh karyawan datang ke kantor tepat waktu, maka satu
orang yang terlambat akan merasa bersalah dan menimbulkan efek punishment dari
lingkungan sosial. Maka perilaku unggul yang diharapkan dapat membawa
perusahaan ke arah yang lebih baik coba dirumuskan oleh IPC dalam bentuk nilai
dan budaya perusahaan yang baru.
Dalam setahun terakhir ini IPC sedang
gencar mensosialisasikan Nilai dan Budaya perusahaan yang baru. Nilai dan
budaya yang diharapkan mampu diinternalisasikan ke dalam perilaku insan IPC
dalam bekerja di perusahaan. Nilai perusahaan tersebut terdiri dari lima aspek.
People First, Integrity, Customer Centric, Sustainability, dan Quality. Dimana dari
kelima nilai tersebut dituangkan dalam 4 perilaku yang hendaknya dapat
diterapkan oleh pegawai IPC.
IPC way terdiri dari 4 aspek perilaku
antara lain, menumbuhkan pemimpin berkinerja tinggi, menggerakkan pertumbuhan
nasional serta berwawasan internasional, menciptakan organisasi yang lincah,
dan membangun tempat bekerja yang luar biasa. Ke empat aspek inilah yang
kedepannya dapat diterapkan sebagai budaya perusahaan oleh seluruh pegawai IPC.
Dengan ketiga keunggulan kompetitif tersebut
idealnya IPC mampu berbicara banyak
dalam ranah maritime dan industry logistic Indonesia. Namun itu semua kembali
lagi kepada kita selaku insan IPC, siap berperan aktif dalam menyongsong IPC
yang lebih baik atau terdiam dan hanya jadi penonton yang tak punya andil
apa-apa.
No comments:
Post a Comment